K.H. Dalhar bin Abdurrahman, atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Dalhar Watucongol, adalah seorang ulama besar dan tokoh yang sangat dihormati di tanah Jawa. Ia lahir pada tanggal 10 Syawal 1286 H atau bertepatan dengan 12 Januari 1870 M di Pondok Pesantren Darussalam, Watucongol, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Beliau lahir dari keluarga yang sangat kuat dalam tradisi keilmuan dan perjuangan. Ayahnya, K.H. Abdurrahman bin Abdurrauf, adalah panglima perang dari Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa, sementara garis keturunannya juga sampai kepada Susuhunan Amangkurat III. Sejak kecil, Mbah Dalhar sudah mendapat pendidikan agama langsung dari ayahnya. Lingkungan keluarga dan pesantren menjadi tempat pertama yang membentuk karakter beliau sebagai pribadi yang berakhlak tinggi, cinta ilmu, dan memiliki semangat perjuangan yang kuat.
Setelah menginjak usia remaja, Mbah Dalhar memulai pengembaraan keilmuannya dengan berguru kepada Kiai Muhammad Ushul III di Salaman selama dua tahun. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan ke Pesantren Al-Kahfi Somolangu, Kebumen, di bawah asuhan Syaikh Abdul Kahfi ats-Tsani selama delapan tahun. Puncak perjalanan keilmuannya terjadi saat ia menunaikan ibadah haji ke Makkah pada tahun 1314 H atau 1896 M, sekaligus menetap di sana selama 25 tahun untuk belajar kepada para ulama besar. Di tanah suci, ia belajar kepada Sayyid Muhammad Babashol al-Hasani dan Sayyid Muhammad Amin al-Madani. Salah satu gurunya kemudian memberikan nama "Dalhar" sebagai bentuk penghormatan, sehingga namanya menjadi Nahrowi Dalhar. Selama tinggal di Makkah, beliau juga menjalani riyadhah (latihan spiritual) yang sangat berat. Di antaranya adalah berkhalwat selama tiga tahun di sebuah gua kecil, hanya mengonsumsi tiga butir kurma dan seteguk air zamzam setiap hari, serta tidak pernah buang hajat selama tinggal di kota suci sebagai bentuk penghormatan. Ia memperoleh ijazah sebagai mursyid Thariqah Syadziliyyah serta ijazah Dalailul Khairat, yang kemudian ia ajarkan kembali setelah kembali ke tanah air.
Setelah pulang ke Indonesia, Mbah Dalhar memimpin Pondok Pesantren Darussalam Watucongol dan mengabdikan hidupnya dalam pendidikan, dakwah, dan pembinaan spiritual masyarakat. Keteladanan beliau tampak dalam kesederhanaan hidup, sikap rendah hati, dan wara’ yang luar biasa. Ia dikenal sangat berhati-hati terhadap urusan duniawi dan tidak mengejar kekuasaan atau ketenaran, meskipun namanya sangat harum di kalangan ulama dan santri. Dalam masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, beliau turut berperan secara spiritual. Banyak pejuang datang ke pondoknya untuk memohon doa, restu, bahkan diberi bambu runcing bertuah. Beliau juga memberikan ijazah amalan dan dzikir yang diyakini menguatkan mental para pejuang. Meski perannya tidak tercatat secara formal dalam sejarah militer, kontribusinya sangat besar dalam membangkitkan semangat juang umat melalui kekuatan spiritual. Setelah mengalami sakit selama tiga tahun, K.H. Dalhar wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1378 H atau 8 April 1959 M. Beliau dimakamkan di kawasan Gunungpring, Muntilan, di dekat pesantren yang telah ia bangun dan kembangkan. Hingga kini, makam dan pesantren tersebut tetap menjadi pusat keilmuan dan spiritualitas, menandakan bahwa warisan beliau masih terus hidup di hati umat Islam Indonesia.
Komentar
Posting Komentar